Tugas Penelitian (Etnografi)
TANGGUNG JAWAB
DOUBLE
SEORANG IBU
RUMAH TANGGA
Penelitian Kebudayaan
Etnografi)
Anggota Peneliti
Gunawan Tambunsaribu (10606092)
Edwin Van Pratama S (10606116)
FAKULTAS
SASTRA
UNIVERSITAS GUNADARMA
KALIMALANG-BEKASI
2009
TANGGUNG JAWAB DOUBLE
SEORANG IBU RUMAH TANGGA
1. Latar belakang:
Keluarga adalah sebuah ikatan
hubungan antara seorang suami dan istri yang telah menikah dengan sah dimana
setelah menikah mereka akan mendapatkan anak dari hasil hubungan pernikahan
mereka. Sebuah keluarga yang harmonis adalah ikatan yang didasari saling
menghargai, menyayangi, dan memberikan kepuasan bathiniah juga jasmaniah antar
keduanya. Dan setelah menikah, suami istri tersebut akan memberikan kasih sayang
kepada anak-anak mereka.
Dalam sebuah keluarga sudah
pasti ada yang disebut dengan tanggung jawab. Sejak jaman purbakala, seorang
wanita pada kodratnya adalah melahirkan anak dan merawat anak-anaknya. Seorang
suami adalah pemegang peranan penting dalam menghidupi dan memberikan keamanan
dan kenyamanan bagi keluarganya. Sering sekali suami disebut sebagai kepala
rumah tangga yang bertanggung jawab besar dalam memberikan nafkah dalam
keluarganya. Oleh sebab itu, biasanya seorang suami harus bekerja keras agar
bisa mencukupi kebutuhan rumah tangganya, sedangkan istri sejak jaman dahulu
kala disebut sebagai penanggung jawab dalam urusan dalam rumah tangga seperti
merawat suami dan anak-anaknya, memasak, membersihkan rumah dan lain
sebagianya.
Setelah melihat kenyataan
sekarang ini, dalam kenyataannya masih banyak keluarga dimana seorang istri
yang memikul beban dalam menafkahi keluarganya. Seorang istri yang dulu sering
disebut sebagai kaum lemah yang hanya mengurusi pekerjaan rumah sekarang ini
banyak yang menjadi penanggung jawab keuangan keluarganya. Sedangkan si suami
berada pada keadaan yang terbalik, yakni mengurusi pekerjaan rumah tangga dan
merawat anak-anak mereka. Bukan saja hanya bekerja keras untuk menafkahi
keluarganya, namun juga si istri memegang dua tanggung jawab sekaligus yakni
menyelesaikan pekerjaan rumah dan juga bekerja seperti layaknya seorang suami.
Melihat kenyataan di atas,
peneliti ingin memberikan pemaparan yang lebih jelas bagaimana fenomena diatas
bisa terjadi. Kami percaya bahwa di sekitar kita, tanpa kita sengaja telah
melihat banyak hal serupa seperti di atas. Sebab itu, peneliti mewawancarai
seorang ibu rumah tangga yang sekarang ini mengalami dan merasakan bagaimana
dia hidup sebagai seorang penafkah dan penanggung jawab dalam kelurganya sendiri.
Kami memilih wanita tersebut dikarenakan kami melihat bahwa wanita tersebut
bisa berbagi informasi dan secara terbuka bekerjasama dengan kami peneliti
untuk menceritakan latar belakang kejadian dan pengalaman-pengalaman hidupnya
sebagai seorang ibu rumah tangga yang mempunyai tanggung jawab ganda ‘double’
dalam keluarganya. Sehubungan dengan pengalaman-pengalaman tersebut, peneliti
ingin menganalisa dan memberikan penjelasan lebih kepada masyarakat umumnya dan
juga kepada wanita pada khususnya tentang seperti apa dan bagaimanakah bentuk
tanggung jawab ganda seorang ibu rumah tangga dalam keluarganya.
2. Perumusan masalah:
Berdasarkan topik masalah di
atas, peneliti membuat rumusan masalah kedalam dua pertanyaan, yaitu:
- Seperti
apakah bentuk tanggung jawab ganda seorang wanita dalam rumah tangga?
- Apa saja
permasalahan yang timbul dalam melakukan tanggung jawab ganda tersebut?.
3. Tujuan penelitian:
Tujuan penelitian ini adalah
memberikan pemaparan atau penjelasan secara deskriptif kepada masyarakat
indonesia pada umumnya dan wanita pada khususnya tentang bentuk dari tanggung
jawab ganda seorang ibu rumah tangga dan juga apa saja masalah-masalah yang
dihadapinya dalam menjalankan tanggung jawab tersebut dalam kehidupan rumah
tangganya.
4. Cakupan penelitian:
Penelitian ini mencakup
beberapa bentuk tanggung jawab ganda seorang istri dalam rumah tangga. Disini
akan dipaparkan secara mendetail tentang tanggung jawab ganda tersebut sesuai
dengan hasil wawancara peneliti dengan informan, dilanjutkan dengan penjelasan
beberapa masalah yang timbul dalam rumah tangga sesuai dengan pengalaman
sehari-hari si informan.
5. Metode penelitian:
Penelitian ini memakai metode
kualitatif-deskriptif. Kualitatif adalah sifat yang menunjukan kualitas atau
makna dari suatu hak. Sedangkan deskirptif adalah sifat yang menguraikan,
menjabarkan dan sekaligus menjelaskan. Jadi metode deskriptif-kualitatif adalah
metode yang dipakai oleh peneliti dalam melaporkan penelitiannya dimana dengan
metode ini hasil laporan bersifat pemaparan, penjelasan suatu masalah dimana
sekaligus mencakup pemecahan suatu masalah yang berguna bagi si peneliti dan
kemungkinan pembaca yang sedang membutuhkan informasi tentang apa yang diteliti
dan hasil peneltian. Oleh karena itu dari pemaparan hasil penelian tercipta
suatu kegunaan yang sangat bermanfaat bagi masyarakat umum, khususnya peneliti
dalam proses pembelajaran dan pengembangan ilmu pengetahuannya.
6. Teori-Teori:
Suami adalah salah seorang pelaku pernikahan
yang berjenis kelamin pria. Seorang pria
biasanya menikah dengan seorang wanita dalam suatu
upacara pernikahan sebelum diresmikan statusnya sebagai seorang suami dan
pasangannya sebagai seorang istri. Dalam berbagai agama biasanya
seorang pria hanya boleh menikah dengan satu wanita.
Istri adalah salah seorang pelaku pernikahan yang berjenis kelamin wanita. Seorang
wanita biasanya menikah dengan seorang pria dalam suatu upacara pernikahan sebelum
diresmikan statusnya sebagai seorang istri dan pasangannya sebagai seorang suami. Kata
"istri" diambil dari bahasa
Sansekerta strī yang artinya adalah "wanita"
atau "perempuan".
Anak (jamak: anak-anak) adalah seorang lelaki atau perempuan yang belum dewasa atau belum mengalami masa pubertas.
Anak juga merupakan keturunan kedua, dimana kata "anak" merujuk pada
lawan dari orang tua,
orang dewasa adalah anak dari orang tua mereka, meskipun mereka telah dewasa.
Hubungan yang harmonis adalah : adalah sebuah hubungan dimana kita bisa menerima orang lain apa
adanya, menghormati dan memperlakukan orang lain dengan lebih bermartabat,
berbagi dengan orang lain, dan membukaan pintu maaf bila orang lain tersebut
melakukan kesalahan terhadap kita. Dalam hubungan yang harmonis kita semestinya
mengisi ruang-ruang otak kita dengan pundi-pundi pikiran kepercayaan dimana
berfikir dan menganggap bahwa pada dasarnya setiap orang itu baik dimana kita
akan mencoba selalu berfikir positif terhadap orang lain.
7. Hasil Penelitian:
a. Latar belakang informan
Informan
adalah seorang wanita berinisial I.T, berusia 35 tahun. Mempunyai 2 orang anak
setalah menikah dan menjadi seorang ibu rumah tangga selama 8 tahun. Suami
bekerja sebagai penjual bahan pokok rumah tangga (warung kelontong). Bekerja di
sebuah perusahaan swasta sebagai karyawan tetap. Tinggal di kawasan perumahan
daerah Cikarang-Barat.
b. Bentuk-bentuk tanggung jawab ganda seorang
istri
Seorang
ibu rumah tangga yang berusia 34 tahun yang telah menikah di usia 27
tahun. Sejak menikah dengan seorang
suami yang belum mempunyai pekerjaan tetap. Si istri harus membiayai kehidupan
dia dan suaminya. Pada awal kemerdekaan bangsa Indonesia (tahun 45’an), si pria
atau calon suami harus membuktikan bahwasanya dia bisa mencukupi kebutuhan
istrinya. Beda dengan jaman millenium yang di sebut dengan jaman demonstrasi,
dimana banyak keluarga yang bekerja keras malah wanitanya, bukan si pria.
Buktinya, si Ibu “A” yang sudah mempunyai 3 orang anak harus membanting tulang
untuk mencukupi kebutuhan anak-anak dan suaminya. Dia menceritakan bahwa baru 5
tahun terakhir ini dia membuka warung agar sambil menjaga anak-anak di rumah,
si suami bisa mencari uang tambahan untuk keluarga mereka.”Sudah 8 tahun ibu menikah, tetapi puji tuhan keluarga kami tidak pernah
kekurangan, karena sudah keputusan saya sendiri menerima suami apa adanya. Dia
dulu pernah kerja di proyek, tetapi harus keluar kota. Sedangkan saya dan
anak-anak membutuhkan perlindungan di rumah. Jadi meskipun saya mempunyai
tanggung jawab yang leih besar dari suami dalam mencari nafkah, tetapi untuk
memberikan perlindungan dan rasa aman saat di rumah. Tetap saja saya
mengandalkan suami. Yakh!, beginilah keadaan ibu dan tanggung jawab sekarang
adalah bisa bertahan bekerja di PT. Untungnya ibu sudah menjadi karyawan tetap
yang dapat tunjangan dan jaminan kesehatan untuk anak-anak dari perusahaan
tempat ibu bekerja. tetapi rasa khawatir tetap selalu ada, karena yang namanya
bekerja di PT, kita juga harus menyiapkan mental kalau-kalau nanti PT tempat
kita bekerja bangkrut dan akhirnya tutup seperti perusahaan lainnya”, kata
si wanita setengah baya itu menambahkan.
Saya
menanyakan juga tentang teman-teman kerjanya yang ada di PT. Si ibu tersebut
menjelaskan kalau kebanyakan wanita yang bekerja di PT yang memproduksi barang-
barang elektronik tersebut banyak juga yang mengalami hal yang seperti dirinya.
“teman ibu juga ada yang suaminya hanya kerja sebagai sopir angkot. Ada juga
yang tidak bekerja sama sekali. tapi banyak juga yang pekerjaan suaminya yang
berpenghasilan lebih tinggi dari istrinya. “Tapi...!yakh!.
namanya juga hidup mas, kita harus tetap jalani. Sebelum menikah dulu, memang
kita sering memimpikan akan punya suami yang berpenghasilan tinggi dan
berpendidikan tinggi juga. Tapi kalau kita sudah menemukan pasangan yang
menurut kita cocok untuk dijadikan suami, kita tidak bisa berbuat apa-apap
lagi, karena kita juga sudah punya pertimbangan matang sebelum menikah dulu. Siapa
sih mas yang gak mau punya suami yang ganteng, berpendidikan tinggi, terus
bekerja sebagai menager lagi. Ha...ha...ha...”” kata si Ibu dengan wajahnya
yang penuh semangat dan sambil bercanda si wanita separuh baya itu menunjukkan
kalau dirinya tidak pernah menyesal menikah dengan suami yang tidak punya
pekerjaan tetap.
Setelah
mendengar semua cerita dan pengalaman-pengalaman si ibu muda itu dengan
seksama, saya nenarik beberapa kesimpulan tentang peranan wanita dan pria saat
ini di dalam keluarga. Pertama, si pria tidak lagi menjadi patokan utama dalam
menghidupi anak istrinya. Banyak keluarga sekarang ini menunjukkan kalau suami
hanya mempunyai gaji setengah dari jumlah gaji istrinya. Dengan keadaan yang
seperti di atas, si pria berada di rumah dan menjaga anak-anak mereka,
sedangkan sang istri bekerja keras untuk menghidupi anak dan suaminya.
c. Masalah-masalah yang timbul (cara
menanggapinya).
Banyak
masalah yang sering terjadi dalam keluarga dimana istri sebagai seorang
penanggung jawab keuangan. Pertengkaran seringkali terpicu karena si suami
merasa kurang percaya diri dan terlecehkan saat keluarga si istri
mencemoohkannya. Si istri lebih dominan mengatur-atur suami. Secara psikologis,
si istri merasa bahwa sebagai penanggung jawab keuangan yang seharusnya
ditanggung oleh suami, dia merasa mempunyai hak lebih atas semua yang terjadi
di rumah. Sering kali si suami menjadi rendah diri dan mengikuti apa saja yang
di katakan istrinya. Tetapi sering juga si suami menjadi kasar dan tidak
mendidik anak-anaknya dengan baik selama si istri bekerja, karena menurutnya
dia tidak pantas berada di rumah seperti seorang istri yang harus mengerjakan
pekerjaan rumah tangga dan mengurus anak-anaknya. Seperti pengalaman si
informan saya, dia menceritakan kalau awal baru berkeluarga dan sebelum punya
anak si suami sering keluyuran dan tidak pulang ke rumah. Tetapi setelah dia
memberikan pengertian dan selalu memberikan semangat untuk suaminya, ternyata
si suami mau berubah dan menerima saran istrinya untuk ikut usaha
kecil-kecilan. Si suami malah semakin mencintai dirinya. “tetapi teman saya ada
juga yang tidak tahan menanggung beban keluarganya dan akhirnya menceraikan
suaminya. Ada juga yang dengan berat hati pindah ke kampung, karena dari pihak
keluarga suaminya meminta untk mengurus kebun dan sawah saja. Jadi,,banyaklah
mas masalahnya. Ya, tapi tergantung kita menanggapinya seperti apa. Kita selalu
berusaha untuk mencari pekerjaan yang gajinya lebih besar dari sekarang,. Tapi
tau sendiri mas, utnuk seorang karyawan wanita yang sudah berumah tangga
seperti kami sudah untuk pindah kerja lagi. Dari masalah status, kami sudah
menikah. Untuk soal umur, ganti pekerjaan tidak mungkin lagi kalau tetap pindah
ke PT yang lain. Kami Cuma hanya bisa mencari pekerjaan sampingan yangbisa
membantu keuangan keluarga kami. Ya seperti saya mas...saya membuka warung
kecil di rumah. Untungnya sih sedikit, tetapi lumayanlah untuk nambah-nambah
uang saku anak-anak”, begitulah si ibu dengan sangat terbuka menambahkan
infromasi yang saya butuhkan.
Si wanita
yang kebanyakan sebagai penanggung jawab keuangan keluarga tersebut selalu
tetap semangat menghadapi hidupnya. Da ketika saya menanyakan apakah si ibu
tidak pernah patah semangat mengingat anak-anaknya akan menanjak dewasa dan
butuh biaya yang senakin banyak. “Ibu
tetap semangat. Tetap dan takkan pernah berubah. Karena anak-anaklah yang
membuat ibu tetap semangat dalam menjalani keadaan seperti ini. Dulu, ibu tidak
pernah terfikir untuk dapat rumah. Tapi itulah, dengan dorongan yang tidak
secara langsung datangnya dari anak, saya dan suami berusaha keras menabung
meskipun harus menunggu bertahun-tahun dan hasilnya.....kami bisa membayar
cicilan rumah” kata si ibu sambil memperhatikan ruangan sekeliling
rumahnya. “Tuhan tak pernah tidur mas. Saya yakin ini semua kami dapatkan
karena kasih Tuhan juga. Kami tidak pernah menyangka kami sekeluarga bisa hidup
bahagia dengan keadaan yang seperti ini”, kata si ibu tersebut menambahkan.
Ternyata si ibu muda itu juga sangat rajin beribadah dan percaya akan
kebahagiaan keluarganya datang dari kerja keras dan doa-doanya. Tetapi saya
menyimpulkan bahwa dengan kehadiran anak dalam keluarga, si ibu dan si ayah
bisa lebih semangat untuk saling membantu dalam menghidupi keluarganya. Dalam
hal ini, kehadiran si suami sangat dibutuhkan oleg si istri dalam memberikan
perlindungan buat anak-anaknya. Karena secara psikologis, kehadiran sang suami
otomatis dapat memberikan rasa aman dalam keluarga. “yakh..kalau dalam hal kenyamanan, Ibu lebih mengandalkan suami ibu.
Karena anak-anak juga pastinya membutuhkan sosok seorang ayah. Jadi memang dari
dulu, ibu tidak pernah menganggap rendah suami meskipun dia tidak mempunyai
pekerjaan tetap. Buktinya sekarang, anak-anak labih aman saya tinggalkan
bersama suami ketika ibu bekerja. Mungkin saya beda dari kebanyakan teman-teman
saya, karena mereka lebih memilih pembantu untuk menjaga anak-anak
merek,sedangkan sang suami keluyuran dan pergi ke rumah mertua. saya
menganggapnya itu sebagai tripple kerugian. Satu, dengan menyewa pembantu, kita
otomatis mengeluarkan uang yang banyak. Dan kedua, kita tidak memberikan kasih
sayang yang baik bagi anak-anak. Dan yang paling terakhir, kita terlalu
memberikan kebebasan untuk suami berada di luar rumah karena bisa-bisa dia akan
menduakan istrinya dan kita tidak menyadarkannya akan sebuah tanggung jawab
dalam keluarga. Jadi kita membiarkan suami kita tidak menjadi seorang ayah yang
baik untuk anak-anak dan keluarga”. Ternyata
kehadiran suami tetap menjadi nomor satu saat anak-anak terlahir dalam sebuah
kelaurga dengan tanpa melihat apakah suami mempunyai pekerjaan atau pun tidak.
8. Kesimpulan.
Dari penelitian di atas, kita
bisa menyimpulkan bahwasanya peranan wanita dan pria dalam rumah tangga
sekarang ini sedikit berubah, yang dahulu si istri hanya menanggung jawabi
pekerjaan rumah tangga saja kini banyak dari mereka yang menjadi penafkah
keluarga. Sedangkan seorang suami yang dulu diharapkan sebagai penanggung jawab
finansial sebuah keluarga, kini banyak dari mereka yang tidak mampu melakukan
hal tersebut. Kebudayaan ini dilatarbelakangi oleh tingkat pengangguran yang
tinggi yang dialami seorang bapak rumah tangga. Sedangkan para istri lebih giat
untuk mencari pekerjaan untuk menghidupi keluarganya. Dengan demikian banyak
masalah yang terjadi dalam rumah tangga yang mengalami kejadian dimana seorang
istri memikul tanggung jawab seperti itu, seperti menganggap rendah suami; si
istri kurang memperhatikan kebutuhan akan kasih sayang anaknya; si istri sering
meributkan dan membanding-bandingkan dirinya dengan suaminya; si suami
mengalami kejenuhan dan kepercayaan dirinya menurun; dan lain sebagainya. Tetapi
masalah tersebut bisa dipecahkan dengan baik tergantung dari keluarga tersebut.
Disini diminta saling pengertian antara suami dan istri. Saling berbagi
pengalaman dan menjaga komunikasi yang baik antara kedua belah pihak bisa
menghalau sedikit demi sedikit masalah tersebut di atas. Niscaya, sebuah
keluarga yang harmonis akan tercipta tanpa memandang berat ringannya sebuah
tanggung jawab yang dipikul oleh si istri maupun suami. Hal itu juga akan
menjadi contoh bagi anak-anak mereka dimana mereka berada di dalam lingkungan
dan didikan sebuah keluarga yang damai, tenang dan aman sehingga mereka bertumbuh
dengan baik maupun secara mental dan juga fisik.
Komentar