DOSENKU TAK SEDEWASA ADIKKU


DOSENKU TAK SEDEWASA ADIKKU
Bekasi, 2010_March_15. 17.10 WIB





Aku punya seorang adik perempuan. Dia sangat baik dan sayang padaku. Meskipun aku sering kurang perhatian padanya tetapi dia yang lebih memperhatikan aku. Dia bisa membuat aku bahagia dengan tingkah dan lelucon-leluconnya yang membuat aku betah tinggal di rumah sehabis pulang kuliah. Dia masih duduk di sekolah menengah atas (SMA) tingkat II, tetapi dia lebih dewasa dari dosenku yang notabene lulusan sarjana dari Perguruan Tinggi Negeri. Tetapi sikap dan karakternya tidak menunjukkan bahwasanya dia adalah seorang dosen yang seharusnya menjadi sosok yang bisa ditiru oleh para mahasiswanya. Aku merasa kasiha kepada dosenku karena dibenci dan tidak dihargai oleh teman-temanku karena mata kuliahnya sering tidak dihadiri oleh teman-temanku.


Banyak hal yang aku bangga mempunyai seorang adik sepertinya. Dia tidak matre, tidak banyak tingkah ‘pecicilan’ seperti teman-teman sebayanya. Dia tidak menanggapi semua hal dengan serius karena dia bisa menempatkan sesuatu sesuai dengan situasi dan kondisi yang ada. Dia sangat sayang padaku, karena setiap hal yang aku lakukan dan baik dimatanya, dia selalu memberiku dorongan dengan kata-katanya yang penuh dengan kata-kata bijak. Aku sering mengatakan alasanku untuk tidak masuk kuliah adalah karena dosen yang tidak menyenangkan dan selalu membuat aku dan teman-temanku merasa selalu tidak dihargai dan malah sering membuat kami tidak merasa nyaman berada di kelas kalau ada dosen tersebut sedang mengajar. Adikku pun sering berkata dan selalu mengingatkan aku. “Kakak seharusnya lebih berfikir positif dengan keadaan seperti itu. toh..ilmunya juga buat kaka kan?. Kalau kaka tidak suka sama sifat dosennya, coba kaka lihat dari segi positifnya. Contohnya, dari mengetahui sifat buruk dosen itu, kakak bisa mengerti bagaimana seharusnya berbuat baik dan tidak meniru sifat dosen tersebut di hadapan orang lain. Aku yakin, kakak sudah bisa belajar dari pengalaman itu. Aku sayang kaka....!. Kakak tetap semangat yah..”, ujarnya setiap kali aku mencurahkan sebagian uneg-unegku padanya. Saat itu juga aku baru sadar dan mencoba selalu melakukan saran yang baik dari adikku tersebut. Alhasil aku pun mulai rajin mengikuti perkuliahan dosen yang sebagian  besar teman-temanku benci itu, meski sesekali aku harus bolos karena aku tidak tahan karena sikapnya yang memuakkan. Aku juga malu pada diriku sendiri, seharusnya aku yang lebih banyak memberi dorongan dan nasehat ataupun saran kepada adikku, yang terjadi malah keterbalikannya. Sekarang aku malah merasa kasihan kepada dosenku tersebut, karena sifatnya telah membuatnya dibenci dan dijauhi oleh mahasiswanya. Dan hal tersebut mungkin terjadi di kelas lainnya di mana dia mengajar. Dengan sikap cuek dan cara mengajarnya yang otoriter, kami pun merasa dilecehkan sebagai mahasiswa. Dia mengajar kami hanya searah. Tidak ada timbal balik karena kami tidak diberi kesempatan bertanya. Bagaimana masyarakat bangsa ini bisa berkembang kalau sebagian besar dosen ‘pengajar’ seperti dosenku tersebut?. Menurutku, interaksi belajar yang baik adalah jika ada tanya jawab, bedah pendapat, dan saling berbagi antara dosen dengan mahasiswanya. Bukan saja menyangkut mata kuliah yang dia ajarkan, tetapi juga kedekatan secara psikis ‘kejiwaan’. Jika seorang dosen disukai sifatnya oleh para mahasiswa, pastinya mata kuliah yang diajarkan akan cepat dipahami oleh mahasiswa tersebut. Karena hal itu saling berkait, jika seorang siswa/mahasiswa sudah membenci sifat/cara mengajar pengajarnya niscahya kuliah/pelajaran yang dia ajarkan akan susah dipahami dan diterima. Kali ini aku pun mendapat sebuah hikmah dan pelajaran hidup dari saran adikku. Aku lebih peka dan lebih menghargai setiap keadaan yang ada, baik itu baik ataupun buruk, karena darisitu aku bisa lebih mengenal oranglain dan memahami sifatku sendiri. Kini aku siap untuk kembali kuliah dengan rajin tanpa memandang siapa dan bagaimana sikap dosen tersebut, karena aku selalu mengambil hal positifnya. Aku pun berkata dalam lubuk hatiku “Aku sayang kamu dik!. Tetaplah menjadi adikku yang dewasa dan sayang sama keluarga dan orang-orang sekitarmu”. Meskipun dosenku tak sedewasa adikku, namun aku menyayangi kedua-duanya. Aku belajar yang baik dari adikku, dan aku belajar memahami sikap dosenku.





# End #.

Gunawan Reza Tambunsaribu (4 SA 03 / 10606092)_Angkatan 2006.



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Tuhan,,,jangan KUTUK Indonesiaku....

DUKA INDONESIAKU