Mahasiswa yang Ter’NODA
“”Mahasiswa
yang Ter’NODA ””
Gunawan Reza
Tambunsaribu_2010.
Siapakah mahasiswa itu?. Secara
formal kita bisa menyebutkannya sebagai seseorang yang belajar di perguruan
tinggi baik itu di sebuah Universitas swasta dan negeri maupun di
lembaga-lembaga pendidikan. Usia seorang mahasiswa baru rata-rata umur 17-21
tahun. Usia itu adalah usia yang ideal sebagai mahasiswa baru, karena usia
seorang anak yang baru lulus dari sekolah menengah atas berkisar seperti usia
yang disebutkan di atas. Setelah lulus dari sekolah menengah atas, sebagian
besar anak ingin melanjutkannya ke jenjang perguruan tinggi menjadi seorang
mahasiswa. Tetapi karena masalah biaya ‘finansial’ yang kurang memadai dan juga
dikarenakan alasan-alasan yang lain, seperti ingin bekerja; malas belajar; ingin
menikah muda, buka usaha, dan alasan lainnya, maka seseorang tidak bisa
melanjutkan pendidikannya ke jenjang yang lebih dari hanya lulusan SLTA
(sekilah lanjutan tingkat atas).
Banyak masalah yang terjadi
dan akan terus dihadapi seorang mahasiswa selama proses perkuliahan. Masalah itu
muncul dan terjadi karena dari dalam diri mahasiswa itu sendiri dan juga lingkungan
sekitarnya terutama lingkunagn kampusnya. Banyak mahasiswa menjadi malas
belajar dan ingin cepat-cepat lulus dengan cara instant ‘jalan pintas’, bahkan banyak
yang berkutat selama puluhan tahun dan menjadi seorang mahasiswa abadi. Kenyataan
tersebut sudah sering kita dengar dan mungkin ada yang sebagian dari pembaca
yang mempunyai teman, tetangga, atau mungkin anak kita sendiri yang sedang
mengalami hal tersebut.
Sekarang ini saya adalah
seorang mahasiswa dan saya sedang mengalami sebuah fenomena yang sering saya
sebut dengan ‘kebobrokan’. Aku kini menyadari dan melihat dengan jelas
kebobrokan yang masih ada dalam diriku sebagai seorang mahasiswa. Aku, seorang
mahasiswa yang dikenal masyarakat adalah sebagai generasi penerus bangsa,
adalah penghianat bagi pendidikan bangsa. Aku masih jauh dari yang disebut
sebagai ‘generasi’ bangsa. Aku jarang membaca, jarang menulis dan berhitung
yang dalam artian aku malas belajar. Aku dan sebagian besar teman-temanku
terlalu sibuk dengan permainan game ‘poker’ atau sibuk dengan layanan jejaring
sosial yang disebut dengan Facebook atau Tweeter dan yang lainnya. Aku kini
membuka layar semangatku untuk menjadi seorang mahasiswa yang memang
benar-benar ‘real mahasiswa’. Aku tidak lagi bangga dengan hanya melihat Indeks
Prestasi Kumulatif/IPK yang sering membuat mahasiswa salah arah. Aku dan
mungkin sebagian besar mahasiswa indonesia menilai kepintaran itu hanya dari
angka atau huruf A,B,C,D,E saja. Ternyata 70 persen pendapatku salah mengenai
hal itu. sebagian mahasiswa mempunya IPK sedang atau rendah, tetapi mempunyai
kecakapan dan ketrampilan utuk diabdikan kepada masyarakat nantinya. Sedangkan
ada, mungkin juga banyak sekali, mahasiswa yang memiliki IPK tinggi tetapi
tidak bisa berbuat apa-apa setelah lulus dari perguruan tinggi. Mendapatkan
pekerjaan yang sesuai dengan jurusannya saja dia susah apalagi mengabdi kepada
masyarakat. Bahkan yang paling menakutkan, banyak mahasiswa tidak memiliki
akhlak atau moral yang baik, tidak seperti yang diharapkan masyarakat karena
tindak tanduk mereka meresahkan masyarakat itu sendiri, seperti melakukan
kekerasan saat melakukan demo; menutup jalan-jalan akses masyarakat
berkendaraan; melakukan pembakaran-pembakaran; dan bahkan melakukan tawuran
sesama mahasiswa sampai menyebabkan luka parah dan juga mematikan. Ini adalah sebuah
cermin bagi kita, dimana IPK tak lagi menjadi patokan dasar kita menyebut
seorang mahasiswa itu pintar, tetapi mari kita lihat seberapa besar pengabdian
mereka nantinya terhadap masayarakat, khususnya bagi hidup mereka sendiri.
Selain mempunyai ketrampilan ‘kepandaian’, mahasiswa itu juga dituntuk mempunya
moral dan akhlak yang baik ‘kecerdasan’, dimana kedua hal tersebut saling
membutuhkan.
Mari kita perbaiki cara
pandang kita sebagai mahasiswa yang hanya terlena dengan nilai-nilai tinggi
saja, tetapi marilah membuka mata kita untuk melihat seberapa tertinggalnya
kita dengan negara-negara berkembang lainnya. Bahkan banyak negara yang dulu
masih berada di bawah predikat bagus ‘status’ dengan negara kita kini telah
jauh lebih berkembang dan lebih maju dari pandang kita. hal itu tak lepas dari
peranan mahasiswa dan anak didik negara tersebut, karena generasi mereka
kemungkinan besar dididik dengan kepintaran murni ‘nilai murni’ dan kecerdasan
‘akhlak’ yang baik juga sehingga muncullah generasi-generasi yang mampu
berfikir kristis namun tetap rasional. Tidak malukah kita dengan kenyataan
‘ketertinggalan’ kita tersebut?. Masih adakah kita menyimpan ruang di hati kita
untuk bisa berubah menjadi manusia-manusia ‘mahasiswa’ yang bisa diandalkan
bangsa ini?. Apakah kita terus bertahan dengan kebejatan-kebejatan ‘munafik dan
sok pintar’ itu?. Hanya diri kita yang bisa merubah diri ‘bangsa’ kita ini
menjadi pribadi yang pintar dan juga cerdas agar bisa menjadi negara yang kuat
dan masyarakat pun tetap damai dalam kehidupannya. Mari kita yakinkan mereka
bahwa kita bukanlah pelaku ‘kriminal pendidikan’, tetapi generasi yang bisa
mereka andalkan untuk menjadi pembimbing mereka menuju ‘kedamaian’. Merdeka
mahasiswaku. Tetaplah semangat menuntuk ilmu ‘kepintaran’ dan tak melupakan
kecerdasan ‘akhlak mulia’.
By: Gunawan Tambunsaribu_2010
Komentar