Tiadakah arti kata “TERTIB” itu lagi???
Tiadakah arti kata “TERTIB” itu lagi???
Bekasi,
Oct 18 2009. Sunday 22.45 WIB
Apa yang kali ini aku
perhatikan, semakin membuatku rapuh. Dengan melihat bangsaku tidak ada
ketertiban dimana-mana. Aku yakin dan semua orang pasti juga setuju dengan
pendapatku bahwasanya manusia itu memang tercipta tidak sempurna, tetapi ada
hal-hal yang negatif dalam diri kita yang bisa kita ubah termasuk dalam hal ini
“ketidak tertiban” yang aku bahas sekarang ini. Tidakkah kita merasa ikut andil
dalam menerangi masa depan bangsa ini?. Hubungannya dengan ketidak tertiban
dengan masa depan bangsa adalah banyaknya peluang bagus dalam hari-hari kita
terbuang hanya karena kita tidak disiplin dan menyepelekan waktu dan kesempatan
yang ada di depan kita. Tidak malukah kita disebut sebagai bangsa yang tidak
tertib dan berantakan?. Coba perhatikan, dalam keharian kita dimulai dari pagi
hari kita tidak tepat waktu dalam menghadiri atau masuk kerja, ataupun dalam
hal apapun yang waktunya sudah terjadwal. Dengan begitu, orang yang menunggu
dan mengharapkan kedatangan anda juga terbuang waktunya sia-sia karena
keterlambatan kita. Sebagai manusia sosial, mungkin kita berfikir “ah!, tidak
apa-apa. Terlambat itu soal biasa di jaman sekarang ini, apalagi hanya beberapa
menit saja. Tetapi jalan pikir seperti itu semakin tertanam di otak kita
bahwasanya keterlambatan itu lambat-laun telah mendarah daging di hidup kita
tanpa ada rasa penyesalan sedikitpun. Banyak dari kita menganggap keterlambatan
itu sebagai hal biasa, apalagi kita merasa kedatangan dan kehadiran kita sangat
diharapkan oleh orang yang menunggu kita, dalam hal ini sering dilakukan oleh
para petinggi atau atasan-atasan dalam sebuah pekerjaan. Tetapi hal tersebut
semakin memperburuk keadaan orang lain, bahkan membuat pekerjaannya terbengkalai.
Contoh kecilnya adalah seperti berikut. Seorang atasan atau manager sering
datang terlambat ke kantor. Demi menunggu kedatangan manager tersebut untuk
meminta tanda tangan di sebuah laporan perusahaan dimana mereka bekerja, seorang
sekretaris atau customer service atau karyawan lainnya menunda dalam menangani
sebuah pekerjaan yang dimana pekerjaan tersebut sangat diperlukan oleh orang
banyak, misalkan mitra kerjanya dikantor. Sedangkan rekan kerja yang lain
sangat membutuhkan data dalam laporan tersebut untuk melakukan pekerjaannya dan
kemungkinan besar data-data tersebut sangat
diperlukan oleh mitra kerja lainnya juga untuk pengambilan keputusan
dalam pekerjaannya. Dengan keadaan seperti itu, semua pekerjaan yang
berhubungan dengan data dalam laporan yang belum ditandatangani tersebut
tertangganggu. Kita memang sering menjawab keterlamabatan kita itu dengan
alasan-alasan yang memang masuk akal (alasan umum seperti sakit, jalanan macet,
dll), tetapi kalau hal tersebut terus terulang, pekerjaan pun tidak ada yang
berjalan dengan baik dan lancar. Tidak tertib menandakan orang tersebut tidak berpendidikan atau tidak mempunyai
sopan santun yang baik. Tetapi betapa malunya lagi jika orang yang kita anggap
sebagai atasan atau orang-orang yang sangat berpengaruh dalam keseharian kita
melakukan hal tersebut, tidakkah kita menganggap rendah dirinya karena tidak
bisa memberikan contoh sebagai seorang yang mempunyai gelar tinggi dan
berwawasan luas?. Yang sangat memalukan lagi jika seorang bangsawan atau pejabat
negara terlihat di mata masyarakatnya kalau dia bertindak bodoh dengan berantem
(adu jotos) saat ada rapat nasional atau berbicara dengan memakai kata-kata
yang tidak sopan pada saat rapat berlangsung dengan disaksikan oleh
masyarakatnya. Masyarakat kampung yang tidak lulus SD saja bisa berbicara
dengan sopan, apalagi dengan seorang pejabat yang bergelar tinggi namun tindak
laku dan tutur katanya tidak menunjukkan hal tersebut. Ataukah anda salah
seorang yang pernah melihat disebuah acara formal sebuah partai politik yang
diliput oleh televisi swasta sedang terjadi interupsi yang dilakukan dengan
berteriak-teriak sebelum diberikan waktu untuk interupsi, atau para anggota
rapat yang pro-kontra berteriak saling menjelekkan satu sama lain dan segera
maju dengan tidak sopan ke atas panggung sebelum acara ditutup dan mungkin
pernah jengkel melihat para peserta rapat formal yang 99% adalah lulusan
sarjana melakukan hal yang sangat tidak terpuji, yakni bersorak-sorak tidak
jelas dari belakang karena ada hal-hal yang mereka tidak setujui. Layakkah hal
tersebut dilakukan oleh orang-orang yang telah menganyam sekolah di perguruan
tinggi dan mungkin telah mempunyai beberapa gelar pendidikan. Dimanakah
pelaksanaan akan sebuah pepatah bijak yang berkata “semakin berisi semakin
merunduk”?. Oleh sebab itu, kadang-kadang kita nyaman dan aman jika berada di
tengah-tengah masyarakat kampung yang berpendidikan rendah. Tutur kata dan
tingkah lakunya lebih mencerminkan bahwasanya mereka adalah manusia, bukan
“binatang” yang bertindak senaknya saja tanpa menghormati mahluk lainnya. Jadi,
Jangan langsung dan jangan pernah mengira dan menghakimi bahwa semua orang yang
tidak sekolah itu berkelakuan buruk. Lihat dan berkacalah....siapa tahu kitalah
yang termasuk sebagai orang yang berpendidikan tinggi namun bermartabat rendah
dan berkelakuan sangat buruk. *end**
By: Gunawan Tambunsaribu_2010
Komentar